Ibnu Abbas RA pernah bercerita, "Suatu malam aku menginap di rumah saudara
perempuan ibuku, Maimunah -- salah seorang istri Rasulullah SAW. Ketika itu
Nabi giliran menginap di situ. Tengah malam Nabi bangun dari tidurnya dan
langsung berwudhu dari syan -- kantong air kecil yang terbuat dari kulit --
yang tergantung. Kemudian Nabi shalat. Lalu aku bangun dan berwudhu dengan
air yang tersisa dalam kantong air tersebut. Sebagaimana yang dikerjakan
Nabi SAW, kemudian aku shalat di samping kirinya. Nabi menggeserkan aku ke
sebelah kanannya. (HR Bukhari).
Hadits di atas mengungkapkan dua hal yang sangat berharga yang dicontohkan Rasulullah SAW. Pertama, pentingnya keteladanan. Kita lihat apa yang dilakukan oleh Ibnu Abbas, sejak bangun dari tempat tidurnya, kemudian berwudhu, lalu mengerjakan shalat malam bersama Rasulullah SAW. Semuanya dilakukan tanpa adanya ajakan atau perintah dari Rasulullah. Namun, yang dilakukan Ibnu Abbas adalah keikhlasan mencontoh apa yang dilakukan Nabi.
Kedua, hemat dan menjauhkan sikap mubazir. Sebagaimana Rasulullah berwudhu dengan air yang secukupnya, tidak berlebih-lebihan. Cukup sebatas yang disyariatkan Allah. Padahal, air yang tersedia dalam kantong air tadi, sengaja disediakan buat Rasulullah.
Tidak salah seandainya Rasullulah menghabiskannya. Bahkan lebih dari itu, seluruh penduduk Madinah dengan senang hati akan mengangkut air sebanyak mungkin untuk Rasulullah. Tapi tidak, Rasulullah cukup memakai air sehemat-hematnya. Bahkan, masih tersisa buat Ibnu Abbas untuk berwudhu.
Sebuah teladan yang mulia. Memang, pemimpin harus memberi contoh dan mengedepankan keteladanan kepada yang dipimpinnya. Daripada sekadar beretorika kering tanpa keteladanan berarti.
Dalam riwayat lain, diceritakan bahwa Rasulullah pernah ikut serta dengan para sahabatnya mencari kayu bakar. Padahal, para sahabat tidak ingin Rasulullah melakukannya. Tapi, beliau tetap pergi bersama para sahabatnya demi sebuah keteladanan.
Kita tentu tidak menyukai praktik KKN dan pemborosan yang dipertontonkan secara kasar di negeri ini. Kita lemah dan tak berdaya memberantasnya. Sesungguhnya memang seperangkat undang-undang dan imbauan saja tidak cukup untuk memberantasnya atau meminimalisasinya. Lebih dari semua itu kita dituntut untuk memberikan 'cermin' yang memantulkan suri teladan yang baik kepada bawahan dan lingkungan kita.
Seperti yang diungkapkan Ibnu Khaldun, bahwa manusia adalah anak dari lingkungannya. Apa yang dilihat dan didengarnya dari alam sekitarnya sangat mendominasi mental dan kepribadiannya.
Tidak lama lagi, bangsa Indonesia akan memilih pemimpin. Kita berharap dan berdoa, semoga Allah menganugerahkan kita pemimpin yang jujur, tulus, sederhana, sekaligus mampu memberikan keteladanan dalam segala sisi kehidupan. Wallahu a'lam.
Hadits di atas mengungkapkan dua hal yang sangat berharga yang dicontohkan Rasulullah SAW. Pertama, pentingnya keteladanan. Kita lihat apa yang dilakukan oleh Ibnu Abbas, sejak bangun dari tempat tidurnya, kemudian berwudhu, lalu mengerjakan shalat malam bersama Rasulullah SAW. Semuanya dilakukan tanpa adanya ajakan atau perintah dari Rasulullah. Namun, yang dilakukan Ibnu Abbas adalah keikhlasan mencontoh apa yang dilakukan Nabi.
Kedua, hemat dan menjauhkan sikap mubazir. Sebagaimana Rasulullah berwudhu dengan air yang secukupnya, tidak berlebih-lebihan. Cukup sebatas yang disyariatkan Allah. Padahal, air yang tersedia dalam kantong air tadi, sengaja disediakan buat Rasulullah.
Tidak salah seandainya Rasullulah menghabiskannya. Bahkan lebih dari itu, seluruh penduduk Madinah dengan senang hati akan mengangkut air sebanyak mungkin untuk Rasulullah. Tapi tidak, Rasulullah cukup memakai air sehemat-hematnya. Bahkan, masih tersisa buat Ibnu Abbas untuk berwudhu.
Sebuah teladan yang mulia. Memang, pemimpin harus memberi contoh dan mengedepankan keteladanan kepada yang dipimpinnya. Daripada sekadar beretorika kering tanpa keteladanan berarti.
Dalam riwayat lain, diceritakan bahwa Rasulullah pernah ikut serta dengan para sahabatnya mencari kayu bakar. Padahal, para sahabat tidak ingin Rasulullah melakukannya. Tapi, beliau tetap pergi bersama para sahabatnya demi sebuah keteladanan.
Kita tentu tidak menyukai praktik KKN dan pemborosan yang dipertontonkan secara kasar di negeri ini. Kita lemah dan tak berdaya memberantasnya. Sesungguhnya memang seperangkat undang-undang dan imbauan saja tidak cukup untuk memberantasnya atau meminimalisasinya. Lebih dari semua itu kita dituntut untuk memberikan 'cermin' yang memantulkan suri teladan yang baik kepada bawahan dan lingkungan kita.
Seperti yang diungkapkan Ibnu Khaldun, bahwa manusia adalah anak dari lingkungannya. Apa yang dilihat dan didengarnya dari alam sekitarnya sangat mendominasi mental dan kepribadiannya.
Tidak lama lagi, bangsa Indonesia akan memilih pemimpin. Kita berharap dan berdoa, semoga Allah menganugerahkan kita pemimpin yang jujur, tulus, sederhana, sekaligus mampu memberikan keteladanan dalam segala sisi kehidupan. Wallahu a'lam.
Sumber :
Republika Online
Ditulis Oleh : Endy Djubu | Artikel | Cermin Keteladanan
Artikel Cermin Keteladanan ini diposting oleh Endy Djubu pada hari Sabtu, 17 Maret 2012. Terimakasih atas kunjungan Anda yang telah membaca artikel ini, semoga bermanfaat untuk kita semua, Kritik dan saran nya, silahkan tulis di kotak Komentar di bawah ini, dan jangan lupa di like/suka ya.... Salam hangat dari saya 3nf1try.blogspot.com
0 Comments:
Posting Komentar