Pada saat Rasulullah saw berhasil membangun masyarakat Islam di Madinah,
saat itu Madinah dihuni oleh tiga kelompok besar. Pertama, kelompok Muslim
dari kalangan Muhajirin dan Ansar. Kedua, kelompok musyrik, terdiri dari
Bani Aus dan Khajraj. Ketiga, kelompok Yahudi yang terbagi dalam empat
golongan, yaitu Bani Qainuqa, Bani Nadhir, Khaibar, dan Quraizah.
Sesungguhnya mereka adalah umat yang satu, yang berbeda dengan seluruh umat manusia lainnya. Orang mukmin itu tidak boleh membunuh orang mukmin demi membela orang kafir, juga tidak boleh menolong orang kafir, yang menghadapi, orang mukmin. Sesungguhnya jaminan Allah adalah satu. Dia melindungi orang-orang yang lemah. Kaum mukmin, sebagian mereka dengan sebagian yang lain, adalah saling tolong, selain manusia.
Orang yang mengikuti kami dari kalangan Yahudi, maka baginya adalah pertolongan dan keteladanan. Mereka tidak dianiaya dan tidak saling tolong dalam menghadapi kaum mukmin. Sesungguhnya keselamatan kaum mukmin adalah satu. Orang mukmin tidak saling menyerahkan urusannya kepada selain mukmin dalam perang di jalan Allah, kecuali atas dasar kesamaan dan keadilan diantara mereka.
Itulah kutipan isi Piagam Madinah, yang mencerminkan persaudaraan sesama mukmin. Piagam tersebut menggambarkan betapa Islam mengatur hubungan antarsesama mukmin yang saling tolong-menolong dan saling menyayangi, saling bantu dalam menghadapi musuh-musuhnya. Sungguh jauh berbeda dengan kondisi kaum mukmin saat ini, di kala sistem kehidupan bukanlah sistem Islam. Kaum mukmin tidak hidup dalam sebuah naungan daulah khilafah. Saat ini sesama Muslim saling bermusuhan, saling menanjolkan suku dan golongan, primordialisme, bahkan muslim membantu kaum kafir membantai muslim lain.
Piagam Madinah yang dibuat oleh Rasulullah itu kini hanya sebagai sebuah sirah yang ditulis di buku-buku, tanpa aplikasi. Sungguh rasa persaudaraan itu telah lenyap dan kian terkikis. Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya mukmin itu bersaudara". (QS Al-Hujurat:10).
Sumber : Republika Online
0 Comments:
Posting Komentar