Memberi sesuatu pada orang lain pada dasarnya adalah suatu perbuatan shalih.
Rasulullah SAW sangat menganjurkan umatnya untuk dapat memberikan sesuatu
yang berguna pada orang lain. Beliau pernah bersabda, ''Tangan di atas itu
lebih baik daripada tangan di bawah.'' Namun, bagaimana kalau hadiah atau
pemberian itu bernuansa politis?
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW pernah menyalahkan tindakan Ibnu
Lutbiyah yang mengambil hadiah yang didapatnya waktu sedang menjabat sebagai
petugas pengumpul zakat. Tentang sikap Ibnu Lutbiyah tersebut, Rasulullah
SAW bersabda, ''... dengan wewenang yang diberikan Allah kepadaku, aku
mengangkat seseorang di antara kalian untuk melaksanakan suatu tugas, (tetapi)
dia datang melapor, 'Ini untuk engkau dan ini untukku sebagai hadiah.' Jika
ia duduk saja di rumah bapak dan ibunya, apakah hadiah itu datang sendiri
kepadanya, kalau barang itu memang sebagai hadiah? Demi Allah seseorang
tidak mengambil sesuatu yang bukan haknya, melainkan ia menghadap Allah
nanti pada hari kiamat dengan membawa beban yang berat dari benda itu.'' (HR
Muttafaqun 'Alaih).
Rasulullah SAW khawatir hadiah yang diberikan kepada Ibnu Lutbiyah dalam
statusnya sebagai petugas pengumpul zakat tidak murni sebagai hadiah, tetapi
ada maksud lain dari yang memberinya. Hal ini akan berpengaruh negatif bagi
kebijakannya. Hadiah yang demikian bisa mengurangi atau bahkan menghilangkan
sikap kritisnya dalam menghitung berapa kewajiban zakat seseorang, karena
lidahnya sudah terhimpit oleh hadiah yang diterimanya. Bahkan bisa saja pada
saatnya nanti terjadi kolusi antara wajib zakat dan petugas.
Kasus Ibnu Lutbiyah dapat kita analogkan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Semua komisi yang diterima seorang petugas dalam rangka menjalankan tugasnya
bukanlah haknya. Karena, seandainya dia tidak menjabat sebagai petugas,
tentu hadiah tersebut tidak diberikan padanya, termasuk juga jabatan pemilih
dalam pemilu bagi rakyat yang telah mempunyai hak pilih.
Dengan kata lain, pemberian hadiah tersebut tak jauh berbeda dengan sogokan
atau korupsi untuk mendapatkan tender, fasilitas, kemudahan, dispensasi,
nilai baik, pembebasan hukuman, jabatan tertentu, atau pun suara rakyat
dalam pemilu. Sehingga, sesuatu yang seharusnya tidak didapatkan bisa
menjadi didapatkan karena mau memberi hadiah tersebut.
Pemberian atau sedekah bertendensi ini tak jauh berbeda dengan perilaku
kemunafikan (keshalihan palsu). Ia bisa menjadi bumerang bagi cita-cita
keadilan, potensial bagi tindak kezaliman, serta pemicu kesenjangan dan
pertikaian.
Apabila hal itu dilakukan, maka bisa jadi orang yang seharusnya tidak lulus
menjadi lulus, yang seharusnya dihukum menjadi bebas, yang mendapat tender
atau fasilitas pun adalah orang yang mau memberi hadiah, serta yang terpilih
menjadi anggota legislatif dan presiden bukanlah mereka yang berpotensi dan
memiliki kredibilitas tertinggi tetapi mereka yang mau memberi hadiah alias
menyogok.
Browse: Home > Hadiah
Sabtu, 17 Maret 2012
Hadiah
Sumber :
Republika Online
Artikel Hadiah ini diposting oleh Endy Djubu pada hari Sabtu, 17 Maret 2012. Terimakasih atas kunjungan Anda yang telah membaca artikel ini, semoga bermanfaat untuk kita semua, Kritik dan saran nya, silahkan tulis di kotak Komentar di bawah ini, dan jangan lupa di like/suka ya.... Salam hangat dari saya 3nf1try.blogspot.com
0 Comments:
Posting Komentar